Latest Post

HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Tentang ASEAN CHARTERED

| Senin, 12 April 2010
Baca selengkapnya »
  1. LATAR BELAKANG
                Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah baru dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN di Singapura, Selasa (20/11). Piagam ASEAN tersebut diteken oleh 10 pemimpin negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar. Kesepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan ASEAN yang membubuhkan tanda tangan pada Piagam ASEAN itu adalah Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM Hun Sen (Kamboja), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Bouasone Bouphavanh (Laos), Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia). Selanjutnya, PM Thein Sein (Myanmar), Gloria Maccapagal Arroyo (Filipina), PM Surayud Chulanont (Thailand), PM Nguyen Tan Dung (Vietnam), dan PM Lee Hsien Loong (Singapura).

                Padahal sebelumnya sejumlah pihak mengkhawatirkan PM Myanmar tidak akan ikut menandatangani dokumen tersebut dikaitkan dengan kondisi politik yang memanas di dalam negeri negara itu.

                Selain Piagam ASEAN, juga ditandatangani tiga deklarasi yaitu cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Declaration on the 13th Session of the Conference on Climate Change (UNFCCC), dan Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP) to the Protocol Kyoto Protocol

                Upacara penandatanganan disaksikan sejumlah menteri dari masing-masing negara dan liput sekitar 100 orang media cetak dan elektronik. Usai penandatanganan, para kepala negara melakukan acara bersulang (toast), yang disambut tepuk tangan para hadirin. Selanjutnya para kepala negara melakukan sesi foto bersama, dilanjutkan dengan foto bersama dengan para menteri luar negeri, dan anggota The Eminent Persons Group (EPG) and Members of High Level Taskforce (HTLF).
 
Tonggak Sejarah

                Piagam ASEAN disebut tonggak sejarah baru karena baru dimiliki ASEAN setelah 40 tahun berdiri. Piagam ASEAN merupakan dokumen yang diharapkan akan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi menjadi suatu organisasi regional yang memiliki leader personality, dan mekanisme dan struktur organisasi yang lebih jelas. Salah satu organ ASEAN yang akan dibentuk sesuai piagam ini adalah Badan HAM ASEAN

                Piagam itu terdiri dari pembukaan, 13 bab, dan 55 pasal. Pasal-pasalnya menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang dalam seluruh perjanjian, deklarasi, dan kesepakatan ASEAN

                Dalam penyusunan piagam itu, Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam mendorong disepakatinya hal-hal penting seperti prinsip demokrasi, good governance, dan perlindungan HAM. 

SEJARAH BERDIRINYA ASEAN
      
ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :
1. Perwakilan Indonesia : Adam Malik
2. Perwakilan Malaysia : Tun Abdul Razak
3. Perwakilan Thailand : Thanat Koman
4. Perwakilan Filipina : Narcisco Ramos
5. Perwakilan Singapura : S. Rajaratnam
Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :
1. Brunei Darussalam tangal 7 Januari 1984
2. Vietnam tangal 28 Juli 1995
3. Myanmar tangal 23 Juli 1997
4. Laos tangal 23 Juli 1997
5. Kamboja tangal 16 Desember 1998
Prinsip Utama ASEAN
Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti berikut:
  1. Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negara
  2. Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luar
  3. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan aman
  4. Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan
  5. Meningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota
ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal dengan nama “Deklarasi Bangkok”. Adapun yang bertanda tangan pada Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999.
LOGO ASEAN

Logo ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan dinamik. Warna logo ada 4 yaitu biru, merah, putih dan kuning. Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN. Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan. Merah bermaksud semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.

B.      TUJUAN DIBENTUKNYA PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTERED).
                Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan tersistematis.
                Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) sebagai kerangka “konstitusi bersama” ASEAN.
                Keberadaan sebuah piagam agar bisa lebih mengikat negara-negara anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan.
                Ibarat sebuah perusahaan yang harus memiliki status hukum yang jelas, apakah itu perseroan terbatas (PT) atau perusahaan dagang (PD), ASEAN sebagai organisasi regional yang sudah berusia 40 tahun ini memang sudah seharusnya punya status hukum. Idealnya, dengan adanya status hukum itu, ASEAN lebih punya keleluasaan untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya kalangan pebisnis. Dia (ASEAN) juga bisa memiliki aset, visi, dan misi, serta alat/perangkat untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut.
                Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di ASEAN. Malah, piagam itu sesungguhnya makin mengekalkan banyak kebiasaan lama. Misalnya, pengambilan keputusan di ASEAN tetap dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi tempat tertinggi untuk pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika sengketa di antara anggota terjadi.
                Meski demikian, piagam tersebut hadir di saat yang pas, yaitu ketika kawasan Asia Tenggara ini terus berubah dan negara-negara ASEAN semakin memperluas cakupan kerja sama yang lebih kukuh ke Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), Asia Tengah (India), serta ke selatan (Australia dan Selandia Baru). Juga, KTT Asia Timur yang diselenggarakan beriringan dengan KTT ASEAN.
Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut
1.             Permudah kerja sama
                Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra dialognya.
                Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini kekhawatiran itu bisa dikurangi.
                Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.
                Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam meminta ASEAN menghargai HAM.
                Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal, setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.
2.             Tantangan internal
                Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah belah.
                Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.
                Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya, Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip “politik” ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap dipertahankan.
                Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata. Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain dengan lebih intens.
                Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan mitra-mitranya di seluruh kawasan.
3.             Langkah paling maju
Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
                Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu. Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.
                Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.
                Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. “Mereka itu kadang genit, ya,” demikian kalimat lucu dari Ali Alatas mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.
4.             Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.
                Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa depan.
                Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif lebih bebas di ASEAN.
                Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan langkah ke depan.
                Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.
                Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah, semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN 2015
5.             Strategis
                Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan pelestarian lingkungan.
                Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan ekonomi.

HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Tentang ASEAN CHARTERED

Posted by : Unknown on :Senin, 12 April 2010 With 0komentar

Kekuatan Hukum Organisasi ASEAN Lemah

|
Baca selengkapnya »
berita diambil dari situs www.hukumonline.com

  Tanpa ada mekanisme penyelesaian institusional yang jelas, ASEAN tidak mempunyai posisi tawar yang bagus di mata internasional. Hubungan bilateral di bidang hukum pun tidak selalu berjalan mulus.
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Edy Prasetyono mengatakan ASEAN sulit mempunyai kekuatan hukum atau legal standing yang kuat di mata internasional. Di PBB, negara-negara ASEAN masih dipandang secara parsial. PBB dan lembaga internasional lainnya kecenderungannya tidak memandang ASEAN secara organisasi.

  “Lembaga internasional cenderung memandang negara-negara ASEAN secara terpisah, bukan secara institusi kumpulan negara kawasan. Itu akan berimplikasi pada hubungan diplomatik secara hukum,” ujarnya saat ditemui dalam acara ”Diskusi Pergolakan Demokrasi di Asia Tenggara: Aspek Politik, Keamanan dan Diplomasi”, dan Peluncuran Buku Dewi Fortuna Anwar ”Indonesia at Large”.
   Lebih lanjut Edy mengatakan, ASEAN –yang Agustus tahun depan memasuki usia yang ke-40 didirikan — hanya menggunakan Deklarasi Bangkok tahun 1967. Deklarasi menurut Edy, statusnya tidak mengikat. Sehingga itu menjadikan negara-negara ASEAN dalam hukum internasional tidak mempunyai satu suara, hanya dipandang secara parsial, kecuali untuk kasus-kasus yang sifatnya politis seperti kasus Kamboja. Posisi negara-negara di kawasan ASEAN pada saat itu bersama-sama mencari strategi menyingkirkan Vietnam Utara lawan dari Vietnam.
 ”Tapi penyerangan (Vietnam–maksudnya) itu secara hukum tidak dianggap hasil kumpulan kerja sama ASEAN, tapi lebih secara individual negara yang secara kebetulan berbarengan menyerang,” ujarnya. Kepala Deputi Ilmu Sosial dan Humanitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar, yang berbicara dalam acara yang sama mengatakan bahwa perjanjian bilateral memegang peranan yang penting, akan tetapi menurut Dewi akan jauh lebih penting menyiapkan mekanisme menghadapi lingkungan internasional.
 ”Menurut saya, secara organisasi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO) lebih berkembang dibandingkan ASEAN,” ungkap Dewi yang mengatakan bahwa ASEAN saat ini sudah diluar jalur visi dan misi yang disepakati sebagai organisasi negara kawasan.
”Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan faktor leadership dan komunikasi interpersonal pemimpin negara. Kita harus mengganti mekanisme institusional, yang sayangnya sampai sekarang ASEAN belum punya,” sambung Edy yang menjelaskan bahwa selama ini kebanyakan yang terjadi adalah persoalan bilateral antara anggota ASEAN sendiri.
  Mekanisme institusional itu nantinya akan mengatur hak dan kewajiban masing-masing anggotanya, termasuk siapa saja personel yang berperan dalam perundingan internasional dan juga akan menentukan jumlah batasan suara yang disetujui untuk memutus perkara. Ketika mekanisme semacam itu tidak ada maka ASEAN tidak dapat membuat kesepakatan dengan kekuatan hukum yang kuat dan akan membuat pihak asing menjadi ragu, karena tidak ada jaminan penyelesaian hukum yang jelas. Apalagi ketik
 ”Kalau ASEAN mampu menunjukkan hal-hal semacam itu, pasti bargaining power-nya, tinggi dan negara lain mau menjalin kerja sama dengan ASEAN sebagai suatu entitas,” ujarnya.
Edy kemudian mencontohkan seperti di negara kawasan Uni Eropa untuk masalah keamanan mereka menggunakan sistem konsensus. Akan tetapi bila menyangkut hal-hal ekonomi dan finansial maka ada yang namanya diskusi di tingkat Federal yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pemerintahan nasional.
RUU ASEAN Charter memang sedang digodoki. ”Tapi saya pesimis dengan ASEAN Charter, karena biasanya tidak banyak perjanjian tertulis yang dibuat oleh ASEAN,” cetus Dewi.
  Edy berharap RUU tersebut bisa selesai secapatnya. Namun itu bergantung pada kesepakatan diantara negara anggota ASEAN sendiri. ”Draf ASEAN Charter itu harus dipikirkan sematang mungkin. Lebih baik target timing–nya mundur, daripada tidak membawa implikasi yang lebih baik bagi kelangsungan ASEAN di mata internasional,” cetusnya.
Mutual Legal Assistance
  Mekanisme institusional seperti itulah yang juga bisa dijadikan acuan bila ada persoalan bilateral antar negara ASEAN sendiri. Hal ini misalnya seperti pemindahan tahanan antar negara yang dialami oleh Indonesia-Singapura. Dengan negara-negara ASEAN, Indonesia sudah menandatangani ASEAN Mutual Legal Assistance (MLA) sejak dua tahun lalu. Tetapi jika Pemerintah juga menginginkan orang-orang Indonesia yang dihukum di luar negeri dikembalikan ke sini, perjanjian ekstradisi dan MLA saja tidak cukup.
  Dengan kata lain, meskipun ada kerangka MLA di tingkat regional, bukan berarti secara bilateral dua negara ASEAN mudah diimplementasikan. Tengok saja proses penyusunan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang tersendat-sendat. Indonesia menginginkan perjanjian ekstradisi itu karena beberapa orang yang bermasalah secara hukum di Indonesia kabur ke negara Singa tersebut.

Kekuatan Hukum Organisasi ASEAN Lemah

Posted by : Unknown on : With 0komentar

Organisasi Antar-Parlemen ASEAN

|
Baca selengkapnya »
  Organisasi Antar-Parlemen ASEAN (bahasa Inggris: ASEAN Inter-Parliamentary Organization disingkat AIPO pertama kali diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada 1974 dan secara resmi didirikan pada 1977 oleh parlemen Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Badan ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama kerjasama antara parlemen negara-negara ASEAN.
AIPO sekarang beranggotakan:
Sumber dari Wikipedia

Organisasi Antar-Parlemen ASEAN

Posted by : Unknown on : With 0komentar

Peranan Organisasi Internasional Non-Pemerintah dalam Memajukan Kegiatan Keantaraiksaan (Termasuk Bidang Persatelitan)

|
Baca selengkapnya »

Pengantar

   Bagi ASSI sebagai suatu organisasi non-pemerintah yang relatif baru, maka dalam upaya untuk mengembangkan, memperkenalkannya (baik dalam lingkup nasional maupun internasional) dipandang perlu untuk memeliki pengetahuan dan pemahaman akan keberadaan organisasi-organisasi internasional di bidang keantariksaan. Pengetahuan dan pemahaman tersebut akan bermanfaat dalam rangka merintis upaya menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional tersebut, di samping untuk mengembangkan pola organisasi serta jati dirinya yang dianggap paling tepat. Dengan demikian diharapkan ASSI nantinya mampu mengembangkan dirinya sebagai organisasi yang berskala internasional dan senantiasa “up-to-date”.
 Sebagaimana diketahui Organisasi Internasional di bidang keantariksaan secara garis besarnya terdiri dari Organisasi Internasional Antara Pemerintah (Inter-Governmental Organization/IGO) yang dibentuk oleh suatu perjanjian internasional antar pemerintah dan Organisasi Internasional Non-Pemerintah (Non-Government Organization/NGO) yang dibentuk oleh individu atau institusi non-pemerintah. Sesuai dengan kedudukan ASSI sebagai NGO, maka titik berat pembahasan pada tulisan ini adalah pada Organisasi Internasional Non Pemerintah (NGO).
  Di antara sekian banyak NGO Internasional di bidang keantariksaan, kiranya patut untuk ditelaah beberapa NGO Internasional yang relevan dan menonjol, yaitu Internasional Astronautical Federation/IAF (beserta “associatenya” yaitu International Academy of Astronautics/IAA dan International Institute of Space Law/IISL), Committe on Space Research (COSPAR), International Caouncil for Scientific Union (ICSU), International Law Association (ILA) dll.

The International Astronautical Federation (IAF)

   IAF merupakan NGOI yang didirikan pada tahun 1951. Keanggotaannya terdiri dari baik lembaga-lembaga pemerintah, kalangan industri, asosiasi profesi serta lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian yang jumlahnya mencapai lebih dari seribu anggota.
Sejak berdiri IAF secara konsisten berupaya mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa beserta segenap aplikasinya bagi manfaat kemanusiaan. IAF juga memainkan peranan yang sangat penting dalam penyebarluasan informasi dan dalam mengembangkan jaringan kerjasama bagi para ahli keantariksaan secara internasional guna pengembangan dan pemanfaatan kegiatan kentariksaan.
IAF senantiasa mensponsori dan mengorganisir penyelenggaraan berbagai event internasional di bidang keantariksaan, baik berupa simposium, lokakarya, seminar, konggres dll. IAF juga menjalin kerjasama yang erat dengan PBB dalam menyelenggarakan lokakarya tahunan bagi negara-negara berkembang maupun seminar dalam bidang keantariksaan pada sidang-sidang yang diselenggarakan oleh PBB seperti UNISPACE. Bersama-sama NGOI di bidang keantariksaan seperti Commitee on Space Research (COSPAR) dan International Council for Scientific Union (ICSU) pada saat ini IAF sedang mempersiapkan Konggres Keantariksaan (World Space Conggres) yang ke II yang menurut rencana akan diselenggarakan di Houston, Texas pada tahun 2002.
  Setiap tahun IAF menyelenggarakan Konggres yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari riset dan rekayasa. Biasanya ditetapkan tema umum Konggres untuk tiap tahun sesuai dengan perkembangan aktualitas permasalahan yang dihadapi. Penyelenggaraan Konggres tahunan IAF tersebut didukung oleh 2 pilar IAF, yaitu International Academy of Astronautics (IAA) dan International Institute of Space Law (IISL). Dari sini terlihat bahwa pendekatan terhadap permasalahan keantariksaan bersifat inter-disipliner dan multidisipliner.
Mengingat keanggotaan IAF yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, maka dalam rangka persiapan penyelenggaraan simposium-simposium IAF tersebut dilakukan oleh berbagai Komite (Committees), yaitu :
  • Space Plans;
  • International Space Plans and Policies;
  • Return to the Moon;
  • Mars Exploration;
  • Small Satellite Programmes;
  • Life Sciences;
  • Space Activities and Society;
  • Arts and Literature;
  • Economics of Space Operations;
  • Interstellar Space Exploration;
  • Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI);
  • Safety and Rescue Studies;
  • History of Astronautics;
  • Scientific-Legal Liasison.
   Pada tahun ini IAF menyelenggarakan Konggresnya yang ke 51 yang akan berlangsung di Rio de Jeneiro, Brasil dari tanggal 2-6 Oktober, 2000. Konggres ini bertemakan “Space: A Tool for the Environment and Development”. Dalam Konggres akan diselenggarakan beragam simposium yang mencakup, antara lain:
Astrodynamics, Earth Observation, Space and Natural Disaster, Life Sciences, Materials and Structures, Microgravity Science and Processes, Satellite Communication, Space and Education, Space Exploration, Space Transportation, Space Propulsion, Space Systems, dan lain-lain.
  Sementara itu pada Konggres yang sama International Academy of Astronautics akan menyelenggarakan simposium-simposium dengan topik-topik seperti: Economics and Commercialization, History of Astronautics, EVA and Space Suit, Small Satellite Mission, dan lain-lain. Pada Konggres yang sama International Institute of Space Law (IISL) juga menyelenggarakan Collogium on the Law of Outer Space yang ke 43 yang meliputi:
  • Law and Ethics of Space Activities in the New Millenium;
  • State Responsibility and Liability for Non-Government Space Activities;
  • The Interrelation between Public International Law and Private International Law in the Regulation of Space Activities;
  • Other Legal Matters, including Recent Developments in the Regulation of Space Debris, The Exploitation of Non-Terrestrial Resources, and the Implications of Proposed Missile Defence System.
   ILA sebelumnya bernama The Association for the Reform and Codification of the Laws of Nations yang didirikan di Brussel pada tahun 1873. Pada Konperensinya di Brussel tahun 1895 namanya diubah menjadi ILA. Keanggotaan ILA tidak hanya bagi lawyers, tetapi berbagai kalangan yang bergerak di bidang perdagangan dan industri. Setiap 2 tahun sekali ILA menyelenggarakan konperensi, di mana dalam pertemuan tersebut hasil kerjanya dipresentasikan kepada para anggotanya.
Dari beberapa Komite yang dibentuk oleh ILA terdapat “Space Law Committe”. Sejauh ini komite tersebut telah berhasil merumuskan beberapa draft resolusi dan instrumen hukum yang berkaitan dengan aspek-aspek hukum yang penting di bidang kegiatan keantariksaan. Beberapa hasil penting yang dihasilkan oleh Komite ini yang dapat dicatat mencakup beberapa studi serta rumusan draft legal principles dalam berbagai topik, antara lain:
  • The Settlement of Space Law Disputes;
  • Elaboration of Principles and Guidelines on Debris and Pollution Arising from Space Activities;
  • Enviromental Implications and Responsibility Arising from the Use of Outer Space;
  • Legal Implications of the Application of Direct Broadcasting;
  • Rules of Liability for Injury or Loss caused by the Operation of Space Vehicles;
  • Remote Sensing by Satellites;
  • The Conflicts in the Interpretation of the Leading Principles on the Moon Treaty;
  • Etc.

The International Council of Scientific Unions (ICSU)

   ICSU didirikan pada tahun 1931 sebagai pengganti dari organisasi pendahulunya yaitu The International Research Council (yang didirikan tahun 1919). Pendiriannya dimaksudkan untuk dapat berperan menjadi suatu lembaga sentral (a central body) dari masyarakat ilmiah dunia guna menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan bersama umat manusia dan guna mendorong kerjasama ilmiah internasional.
Keanggotaan ICSU terdiri dari 2 kategori :
  • International Scientific Unions; and
  • Academies and Research Councils.
  Keanggotaan Scientific Union didasarkan atas cabang-cabang keilmuan yang ada yang mencakup 29 cabang keilmuan, antara lain; astronomy, geodesy and geophysics, radio science, gegraphy, crystallography dll. Sementara keanggotaan dari Academies and Research Councils terdiri dari lembaga-lembaga riset nasional atau lembaga yang setara yang pada saat ini terdiri 68 lembaga riset nasional dan 7 associates serta 29 scientific affiliates.

The Committee on Space Research (COSPAR)

   COSPAR didirikan oleh the International Council of Scientific Unions (ICSU) pada tahun 1958. COSPAR merupakan komite ilmiah yang bersifat interdisipliner yang mempunyai perhatian terhadap masalah riset ilmiah serta kemajuan riset ilmiah yang menjadi sumber bagi perkembangan teknologi antariksa. Bagian terpenting dari kegiatan COSPAR dilakukan oleh Interdisciplinary COSPAR senantiasa berkolaborasi baik dengan lembaga-lembaga riset nasional maupun dengan NGOI lainnya seperti IAF dan IAA.

Organisasi Internasional

|
Baca selengkapnya »
      Kebijakan umum Pemri pada organisasi-organisasi internasional didasarkan pada Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009, Bab 8 tentang Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional. Melalui penetapan RJPM, Pemerintah berusaha meningkatkan peranan Indonesia dalam hubungan internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia serta mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional.
 
    Prioritas politik luar negeri Indonesia dalam 5 tahun ke depan dituangkan dalam 3 program utama yaitu program pemantapan politik luar negeri dan optimalisasi diplomasi Indonesia, program peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk memanfaatkan secara optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama internasional dan program penegasan komitmen terhadap perdamaian dunia.
 
    Sesuai dengan Keppres No. 64 tahun 1999, keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional diamanatkan untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi kepentingan nasional, didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku dan memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran dan kemampuan keuangan negara.
 
    Keanggotaan Indonesia pada OI diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu antara lain 
  • secara Politik : dapat mendukung proses demokratisasi, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mendukung terciptanya kohesi sosial, meningkatkan pemahaman dan toleransi terhadap perbedaan, mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang baik, mendorong pernghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia;
  • secara ekonomi dan keuangan : mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan,  meningkatkan daya saing, meningkatkan kemampuan iptek, meningkatkan kapasitas nasional dalam upaya pencapaian pembangunan nasional, mendorong peningkatan produktivitas nasional, mendatangkan bantuan teknis, grant dan bantuan lain yang tidak mengikat;
  • secara Sosial Budaya : menciptakan saling pengertian antar bangsa, meningkatkan derajat kesehatan, pendidikan, mendorong pelestarian budaya lokal dan nasional, mendorong upaya perlindungan dan hak-hak pekerja migran; menciptakan stabilitas nasional, regional dan internasional;
  • segi kemanusiaan : mengembangkan early warning system di wilayah rawan bencana, meningkatkan capacity building di bidang penanganan bencana, membantu proses rekonstruksi dan rehabilitasi daerah bencana; mewujudkan citra positif Indonesia di masyarakat internasional, dan mendorong pelestarian lingkungan hidup dan mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup.
     Mengenai pengusulan Indonesia untuk menjadi anggota dari suatu Organisasi Internasional diatur dalam Keputusan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK. 1042/PO/VIII/99/28/01 tentang Tata Cara Pengajuan Kembali Keanggotaan Indonesia serta Pembayaran Kontribusi Pemerintah Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional.
 
    Menurut SK Menlu tersebut, dalam  hal suatu instansi bermaksud mengusulkan keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional, usulan tersebut disampaikan secara tertulis kepada menteri Luar Negeri disertai dengan penjelasan mengenai dasar usulan serta hak dan kewajiban yang timbul dari keanggotaan itu. Pengusulan tersebut kemudian akan dibahas oleh Kelompok Kerja Pengkaji Keanggotaan Indonesia dan Kontribusi Pemerintah Indonesia pada Organisasi-Organisasi Internasional. Pembahasan mengenai usulan tersebut memperhatikan:
  1. Manfaat yang dapat diperoleh dari keanggotaan pada organisasi internasional yang bersangkutan;
  2. Kontribusi yang dibayar sebagaimana yang disepakati bersama dan diatur dalam ketentuan organisasi yang bersangkutan serta formula penghitungannya;
  3. Keanggotaan Indonesia pada suatu organisasi internasional yang emmpunyai lingkup dan kegiatan sejenis;
  4. Kemampuan keuangan negara dan kemampuan keuangan lembaga non pemerintah. 

Daftar Kerjasama Organisasi Internasional  

    1. FAO 

    2. PBB-DEWAN HAM

    3. UNCTAD

    4. UNIDO

    5. WTO

Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa

Dewan Ekonomi dan Sosial ini terdiri atas 18 anggota dengan hak yang sama selama 3 tahun. Tugas Dewan Ekonomi dan Sosial :
  • Mengadakan penyelidikan dan menyusun laporan tentang soal-soal ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan di seluruh dunia
  • Membuat rencana perjanjian tentang soal tersebut dengan negara-negara anggota untuk diajukan kepada Majelis Umum
  • Mengadakan pertemuan-pertemuan internasional tentang hal-hal yang termasuk tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial ini dibantu oleh badan-badan khusus seperti :
• FAO (Food and Agriculture Organisation)
Organisasi Pangan dan Pertanian
• WHO (World Health Organisation)
Organisasi Kesehatan Sedunia
• ILO (International Labour Organisation)
Organisasi Buruh Internasional
• IMF (International Monetary Fund)
Dana Moneter Internasional
• IAEA (International Atomic Energi Agency)
Badan Tenaga Atom Internasional
• IBRD (International Bank for Reconstrustion and Development)
Bank Internasional untuk Pembangunan dan Rekonstruksi
• UPU (Universal Postal Union)
Perhimpunan Pos Sedunia
• ITU (International Telecommunication Union)
Persatuan Telekomunikasi Internasional
• UNHCR (United Nation High Commissioner for Refugees)
Organisasi PBB yang mengurus para pengungsi
• UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultuural Organisation)
Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan
• UNICEF (United Nations Children Fund)
Badan PBB yang mengurusi anak-anak
• GATT

Organisasi Internasional

Posted by : Unknown on : With 0komentar
Next Prev
▲Top▲