Manajemen Konflik : Cara Mengelola Konflik secara Efektif
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
Akibat Positif dari konflik:
• Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
• Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
• Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
• Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
• Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi, baik organisasi sekolah maupun organisasi lainnya. Kepala sekolah dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kenyataan di lapangan khususnya di institusi pendidikan, kepala sekolah justru enggan untuk menerapkan manajemen konflik, karena beranggapan kepada paradigma lama dimana konflik lebih besar pengaruh negatifnya (mudaratnya). Lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah bersama tenaga kependidikan lainnya dapat memenej konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
Menghadapi dinamika perubahan ini tentu menyisakan berbagai macam problematika. Permasalahan-permasalahan yang timbul itu perlu dikenali, bahkan masalah-masalah yang masih berujud potensi perlu didorong untuk muncul dengan harapan dapat diantisipasi atau dicarikan solusinya agar tidak berdampak negatif terhadap kemajuan sekolah.
Beberapa permasalahan yang muncul atau masih berujud potensi itu antara lain sebagai berikut :
1) Anggapan bahwa manajemen konflik tidak efektif untuk meningkatkan mutu sekolah
2) Manajemen konflik lebih banyak berdampak negatif bagi anggota organisasi.
3) Kepala sekolah tidak terampil dalam menggunakan manajemen konflik untuk meningkatkan mutu sekolah.
4) Budaya ganti pemimpin ganti kebijakan. Hal demikian ini sering membuat para pelaku di tingkat bawah menjadi kebingungan karena kebijakan lama belum jelas menampakkan hasil, tetapi sudah harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang perlu penyesuaian kembali.
5) Belum siapnya sumber daya yang ada terutama para stake holders di tingkat bawah untuk menghadapi perubahan-perubahan yang hampir terjadi setiap saat.
6) Pemahaman terhadap manajemen sekolah sering membuat kita jadi sulit menentukan pilihan manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu.
7) Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen dari sistem pendidikan di
8) Penempatan tenaga kependidikan tidak mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas.
9) Masih dijumpai tenaga kependidikan (guru/kepala sekolah) berperan ganda yang seharusnya lebih fokus terhadap tugas pokok dan fungsinya sebagai pengajar, tepai juga harus mengurus kebutuhan pemenuhan sarana prasaran, fisik gedung sekolah yang rusak atau kurang layak untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah yang tercermin dalam EMASLIM dirasa sangat berat, padahal SD belum dilengkapi dengan tenaga kependidikan yang khusus bekerja di bidang ketata usahaan, perpustakaan, sehingga praktis semua tugas yang ada di SD menjadi tanggung jawab guru / kepala sekolah.
10) Budaya reward and punishment yang tidak proporsional, sehingga melahirkan kecemburuan sosial dan menurunnya semangat dan etos kerja.
11) Pemberlakuan masa jabatan kepala sekolah 4 tahunan, dapat berdampak positif untuk memacu kinerja yang lebih optimal, tetapi dapat pula berdampak negatif terutama bagi kepala sekolah yang sudah memangku jabatan ketika aturan tersebut diberlakukan.
12) Walaupun realitanya belum berjalan tetapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen, dimana guru harus memenuhi kualifikasi guru professional dapat mengakibatkan kecemburuan sosial diantara para tenaga kependidikan, mengingat pemberlakukannya tidak serentak. Seleksi awal menggunakan pola yang dianggap kurang fair seperti pendidikan minimal S1 atau D4, masa kerja minimal 20 tahun, golongan minimal IV/a, dan perbandingan jumlah siswa : guru minimal 1 : 25.
Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik , maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa startegei mengatasi konflik antara lain adalah (1) Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain; (2) Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya diinginkan; (3) Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak; (4) With Drawing (menarik diri) yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi, dan (5) Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain, entah sampai kapan.
Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan, dan ide. Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka wajar seandainya dalam waktu yang cukup lama terjadi perbedana-perbedaan pendapat di antara mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena bersentuhan dengan piring lainnya.
Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. (Wikipedia
Di sekolah, konflik dapat terjadi dalam semua tingkatan, baik intrapersonal, interpersonal, intragrup, intergrup, intraorganisasi, maupun interorganisasi. (1) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana ynag harus dipili untuk dilakukan. Misalnya, konflik antara tugas sekolah dengan acara pribadi. Konflik ini bias diibaratkan seperti makan buah simalakama, dimakan salah tidak dimakan juga salah, dan kedua pilihan yang ada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal juga bisa disebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan. (2) Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik yang terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentuan. Misalnya konflik antar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah. (3) Konflik intragrup, yaitu konflik anta angota dalam satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tangapan emosional terhadap suatu situasi tertentu. Contoh konflik intragrup, misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP); (4) Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan prsepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya tuntutan akan keahlian. Misalnya konflik antar kelompo guru kesenian dengan kelompok guru matematika. Kelompok guru kesenian memandang bahwa untuk membelajarkan lagu tertentu dan melatih pernafasan perlu disuarakan dengan keras, sementara kelompok guru matematika merasa terganggu, karena para pesereta didiknya tidak konsentrasi belajar.; (5) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagia dalam suatu organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum dengan bidang kesiswaan. Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis : (a) Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan; (b) Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara tenaga kependidikan; (c) Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan leh manajer lini. Misalnya konflik antara kepalA sekolah dengan tenaga administrasi; (d) Konflik peran, yang terjadi karena seserang memiliki lebih dari satu peran. Misalnya kepala sekolah menjabat sebagai ketua dewan pendidikan; (e) Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik inter organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.
Metode penyelesaian konflik meliputi :
1. Dominasi atau supresi
Metode-metode dominasi dan supresi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan supresi dan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
a. Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
b. Membujuk (Smoothing)
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
c. Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
d.Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
2. Kompromis
Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup (a) Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan; (b) Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri); (c) Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; (d) Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.
3. Pemecahan problem integrative
Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat
0 komentar:
Posting Komentar